Ritual
Demokrasi dan Peran Aktivis Kampus[1]
Pesta
demokrasi telah berada di ambang pintu, setiap lapisan masyarakat nampaknya
telah mempersiapkan respon-respon tersendiri untuk mengahadapi ritual lima
tahunan ini, ritual-ritual ke-demokrasi-an pun membanjiri pemandangan kita dari
berbagai media, mulai dari hanya sekedar iklan berdurasi sekian menit di setiap
stasiun televisi sampai baliho di jalan raya yang memuat pesan-pesan dengan
makna tersirat dari harapan para calon pemimpin negara ini. tidak ketinggalan
badan-badan survey bergerak pada rotasinya memainkan perannya sebagai lembaga survey calon pemimpin dengan
elektabilitas tinggi. Lantas bagaimana dengan peran mahasiswa dalam lawatan ini?
Aktivis mahasiswa telah memainkan peran signifikan
dalam berbagai gerakan melawan rezim non-demokratis di negara-negara
berkembang. Jalan oposisi yang ditempuh tidak hanya menjadikan mereka sebagai kekuatan politik
yang solid dan tidak tertandingi namun sekaligus ikon perubahan (agen of
change) di berabagai momentum. Di argentina misalnya, pada tahun 1955
mahasiswa menjadi bagian penting gerakan yang berhasil memaksa presiden juan
peron turun dari kekuasaan, demikian juga apa yang terjadi di Venezuela pada
tahun 1985, Pakistan tahun 1969, iran
tahun 1979, korea selatan tahun 1987, serta Filipina tahun 1985.
Di Indonesia, keterlibatan aktivis mahasiswa bahkan
lebih heroik. Kelompok-kelompok yang terorganisir melalui proses pengkaderan
dan proses penanaman idiologi tertentu yang kemudia menentukan masa depan
bangsa serta membentuk identitas tersendiri dalam tradisi politk Indonesia
modern.
Anders
uhlin mengelompokkan aktivis mahasiswa Indonesia tahun 1990-an ke dalam tiga
katagori utama berdasarkan teologi mereka: a) kelompok yang menggunakan wacana marxis
(demokratis dan tanpa kekerasan); b) kelompok populis-kiri yang terlibat dalam
demonstrasi-demonstrasi dan kampanye high-profile dan c) kelompok yang
berasaskan muslim. Lagi-lagi pengelompokan ini menjadi dasar prbedaan respon
serta sikap dalam berpolitik para aktivis mahasiswa.[3]
Sulaiman (1998), mengatakan ada beberapa jenis
partisipasi politik yaitu (1) partisipasi pikiran, “psychological participation”, (2) partisipasi tenaga, ‘physical participation’, (3)
partisipasi pikiran dan tenaga, ‘psychological
and physical participation’; (4) partisipasi keahlian, ‘participation with skill’, (5)
partisipasi barang, ‘material
participation’, dan (6) partisipasi uang/dana, ‘money participation’.[4], dari
bentuk-bentuk partisispas politik yang telah di paparkan sulaiaman di atas maka
dapat dilihat bentuk peran aktivis mahasiswa dalam jawatan demokrasi, mahasiswa
dapat menjadi media campaign yang cukup hangat mengingat organisasi
mahasiswa memiliki lahan yang besar di dunia kampus, maka tak jarang mahasiswa
menjadi tim sukses partai tertentu, baik atas nama individu ataupun pada skala organisasi.
Selain berperan
langsung di dalam partai sebagai tim sukses aktivis mahasiswa juga memegang
peran dalam pendidikan politik kepada mahasiswa lain khusunya dan masyarakat
pada umumnya, hal ini dilakukan dengan berbagai cara antara lain: bedah visi dan misi
calon kepala daerah, melakukan kajian terhadap kapasitas dan integritas calon presiden,
membuat kriteria calon presiden dan
masih banyak hal lainnya. Target dari agenda-agenda ini adalah, masyarakat
dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang
rasional, bukan berdasarkan kharismatik semata.
Disisi
lain banyak dijumpai organisasi kampus yang menjadi pengawal dari prosesi
demokrasi ini diantaranya dapat dilihat tingkat produtivitas mereka dari
berbagai media baik cetak maupun elektronik yang didalamnya memuat himbauan
untuk memilih, refleksi kepemimpinan sampai kritikan terhadap masa lepemimpnan
yang akan berakhr.
Oleh
karena itu ruang gerak aktivis mahasiswa saat ini bukan hanya sekedar terbatas
tembok kampus masing-masing namun telah meluas sampai kepada isu politik dalam
dan luar negeri, ahasiswa sebagai agen of change and agen social diarapkan
mampu menjadiagen yang objektif, mampu mempertahankan idealism diri dan
organisasi sebagai bentuk partisipasi yang sehat. Wallahu a’lam
[1] Disampaikan dalam forum Diskusi LAPPI Komisariat Fakultas
Ilmu Tarbiyah UIN SUKA pada 20 Desember 2013
[2] Sekretaris umum HMI Komfak Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Periode 2013-2014
[3] M. Faris Alfadh 2012, persepsi gerakan mahasiswa
terhadap politik luar negeri Indonesia di timur tengah, Yogyakarta,
prudent. Hlm. 3
[4] duniabembi.blogspot.com/2013/09/partisipasi-politik-masyarakat-dalam.html
diakses pada tgl 18 desember 2013
mantap ini tulisannya firti atau dhini, hehehe
BalasHapus