Wacana Kabinet Indonesia

Wacana reshuffle kabinet Indonesia bersatu jilid II dimulai ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan pernyataan dalam forum Tarbiyah Islamiyah di Jambi (22/9), SBY mengatakan : ‘Bulan depan akan genaplah Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II berusia dua tahun. Sehingga dengan pola pikir seperti itu, evaluasi separuh jalan, saya mesti mengatakan sekaranglah saat yang tepat untuk melakukan penataan kembali atas kabinet yang saya pimpin,’. Pernyataan presiden tersebut mendapat konfirmasi dari Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga yang menyebutkan bahwa reshuffle akan dilakukan pada hari-hari pertama memasuki tahun ketiga kabinet.
Reshuffle kabinet yang memakan waktu cukup lama, dimulai dengan bergulirnya wacana reshuffle tak ubahnya seperti sinetron politik dimana SBY menjadi actor utamanya. Mass media di dalam negeri tak henti-hentinya memberitakan reshuffle kabinet, mulai dari prediksi siapa saja menteri yang akan terkena reshuffle, sikap partai politik koalisi apabila kadernya  terkena reshuffle, dan tak lupa pengamat politik yang meramaikan dengan memberikan komentar-komentar mereka.
 ‘Eksekusi’ reshuffle kabinet Indonesia bersatu jilid II diumumkan Presiden di Istana Negara (18/10) dengan perombakan kabinet yang hampir sepertiga dari personelnya. Dari beberapa partai koalisi dua diantaranya mengalami pengurangan jumlah kadernya dikabinet Partai Demokrat  kehilangan dua posnya di kabinet dan PKS yang harus kehilangan satu jatah kursu milik Suharna Surapranata (Menristek) yang harus merelakan jabatannya.
Mereshufle kabinet adalah hak prerogatif Presiden sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 Pasal 7 Ayat (2) ‘menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden’. Apakah Presiden dengan hak prerogatifnya dengan mudah mengganti atau mereposisi menteri-menteri dikabinet. Seperti posisi Jero Wacik yang sebelum reshuffle menjabat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dan pasca reshuffle menjabat Menteri ESDM, tentu keputusan penempatan Jero Wacik di Menteri ESDM akan membuat rakyat sanksi dengan komitmen SBY untuk lebih mengoptimalkan kerja kementerianya karena background Jero Wacik yang tak sesuai dengan Kementerian ESDM.
Bongkar pasang yang tidak melihat kemampuan mereka yang akan mengisi jabatan tertentu, hanya akan membuat reshuffle kali ini tak memiliki akibat positif untuk keoptimalan peran pemerintah dimasyarakat. Karena maksud dan tujuannya tidak atau bahkan tidak tercapai.
 Hal menarik lainnya dalam reshuffle kali ini adalah pembengkakan jumlah wakil menteri dalam kabinet, jabatan wakil menteri memang diakomodasi dalam UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementrian Negera Pasal 10 ‘Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu’. Tetapi hal ini hanya menegaskan ketidaktegasan Presiden dalam merombak kabinetnya.
Ketidakmampuan Presiden untuk menilai kinerja kabinetnya secara jujur dan tegas juga banyak dipengaruhi oleh peta politik nasional yang menempatkan democrat  masih banyak membutuhkan dukungan dari partai koalisi mereka, untuk mempertahankan pemerintahan sekarang sampai habisnya masa jabatan.
Setiap kebijakan pemerintah dalam hal apapun, termasuk reshuffle cabinet sudah sewajarnya untuk lebih mementingkan kesejahteraan rakyatnya. Karena hal tersebut adalah amanat UUD 1945.
M. Kamal Mukhta 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Click Here