Saat Menghadiri pembukaan Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Dakwah-Tarbiyah UIN Sukijo di Piyungan (14/10/11), saya jadi teringat pernyataan Zawawi Imron dalam sebuah tulisannya tentang Subjektivits dimana menurutnya "Subjektivitas itu kira-kira sejenis menghirup bau kentut. Maksudnya, semua kentut orang lain pasti busuk, sedangkan kentut sendiri seperti punya aroma yang berbeda, meskipun tidak harum, paling tidak masih enak diendus sendri"
Ingatan saya pada kata-kata tersebut bermula saat melihat beberapa kekeliruan yang mengganggu pikiran saya, yaitu: pembawa acara tidak mengucapkn salam pembuka, dan sambutan ketua panitia dan ketua Komisariat fakultas Tarbiyah yang kurang tepat untuk acara itu. Tapi, itu semua hanya menurut "saya". sedang Bagi mereka hal itu mungkin sudah tepat atau malah sangat bagus"
Meskipun saya masih bingung, apakah subjektivitas itu terletak pada yang menilai atau yang dinilai,Beberapa kekeliruan itu, membuat saya merasa yakin bahwa apa yang dikatakan Zawawi Imron itu benar, dan sepertnya yang namanya manusia memang tidak bisa dilepaskan dari sifat "subjektif", siapapun sulit menerima jika dirinya dianggap lebik buruk dari pada yang lain. Begitupun di HMI, kader dan pengurus Komisariat Fakultas Dakwah dan Tarbiyah tidak akan senang jika dianggap lebih rendah atau lebih buruk daripada komisariat Syariah dan Ushuludin, begitu juga sebaliknya. Wujud subjektivitas itu mungkin juga terjadi ditingkatan Korkom, Cabang, Badko, dan PB. Bagi saya, hal itu sah-sah saja.
Kenyataan bahwa subjektivitas tidak bisa dipisahkan dari manusia, menjadikan saya menduga bahwa hal itu adalah fitrah manusia. Terlepas dari apakah itu benar atau tidak, Jika kita mau berpikir dan belajar dari hal tersebut, menurut saya kita akan sadar betapa pentingnya berinteraksi dengan yang lain, kesadaran akan keniscayaan subjektivitas itu akan membuat kita tidak berhenti untuk selalu meningkatkan kualitas, dan pengetahuan atas diri kita tidak selalu dijadikan satu-satunya dasar untuk merasa dirinya paling unggul, paling baik, dan paling numor wahid. Oleh karenanya, sangatlah penting kiranya bagi HMI, untuk menjalin interaksi yang dinamis baik dengan internal ataupun ekternal HMI. Secara internal, kader dan pengurs HMI sangat perlu untuk saling bertanya, dan saling mengkritisi tiap-tiap yang dianggap mengganggu kesehatan HMI serta saling berbagi kepada kader dan pengurus lain untuk meningkatkan kualitas masing-masing, sehingga akan tercapailah tujuan bersama, dan secara Ekternal, HMI perlu beriteraksi dan saling koreksi dengan organisasi lain misalnya : PMII, IMM, KAMMI dan yang lainnya, agar organisasi-organisasi itu bisa saling melengkapi.
Dengan mencontoh Aktivitas terpuji yang sebenarnya telah dicontohkan Khalifah Umar bin Khatab 15 abad yang lalu, akan menjadikan kita tidak mudah meremehkan dan mengabaikan pendapat orang lain, sehingga siapapun yang selama ini merasa paling unggul,- ketika mendapatkan kritik, Komentar, atau opini yang membantah keunggulannya itu-akan dengan senang hati mengatakan " owh, ternyata saya yang selama ini merasa paling baik, paling pintar, paling unggul , paling benar, realitasnya tidak demikian menurut orang-orang diluar sana, dan jangan -jangan orang-orang itu yang benar",.. Dengan begitu, harapan saya dalam waktu yang dekat akan terlahir dari rahim HMI insan-insan yang dinamis-progresif-inklusif.(rsd/ku).
0 komentar:
Posting Komentar