Dalam mengklasifikasi perwujudan jati diri kader HMI yang terkandung dalam jargon Ulil Albab, kita dapat mengambil tiga pelajaran penting yang kita kukuhkan sebagai falsafah Ulil Albab. Lalu kita aplikasikan dalam konsep Trias Politika.
1. Kekuasaan Intelektualitas
a. Kader Ulil Albab adalah kader yang terus berupaya mumpuni dalam keilmuan, mendalam ilmunya, dan kritis dalam memahami pendapat dan pemikiran orang lain. Baik dengan cara mendengarkan, menganalisa, bersikap kritis dan mengkritisi, berdiskusi.[1]
b. Dia tidak tabu dengan pemikiran pemikiran turats/klasik, tidak a-historis, namun tetap terbuka dengan pemikiran-pemikiran dan inovasi yang datang kemudian dengan tetap kritis menghadapi persoalan.[2]
c. Melakukan riset keilmuan terhadap ayat-ayat qauliyyah dan kauniyyah. Artinya tidak tabu dengan disiplin keilmuan yang akan diterima. Dengan begitu, ia mampu bersaing dan menumbuhkan jiwa keilmuan dalam dirinya, tidak inferior di hadapan orang lain, serta mampu menghasilkan penemuan-penemuan baru baik dalam riset dan teknologi.[3]
Tipikal kader HMI adalah orang yang senantiasa tidak merasa cukup dengan keilmuan yang ada. Prinsip belajar seumur hidup bukan hanya di lidah, tapi desakan sejarah, fakta keterbelakangan umat Islam dan keilmuan dan riset, dan tantangan masa depan yang penuh dengan dinamika intelektualis. Dengan kesadaran inilah, komitmen intelektual menjadi tidak terbantahkan. Sehingga menjadi watak/karakter kader yang ilmiah melalui kerja-kerja intelektualitas. Untuk itu, missi pertama HMI adalah “Membentuk Kader-Kader Mujtahid”. Maka bagi kita: “Tiada Hari Tanpa Berdiskusi”.
2. Kekuasaan Transformasi Sosial
a. Dengan keilmuan yang dimiliki, keyakinan, dan pengalaman, Kader Ulil Albab selalu tegak berdiri di tengah-tengah umat mengasah kepekaan sosial, memperbaiki ketimpangan sosial dengan melakukan pendampingan, pembinaan, advokasi, melakukan kerja-kerja sosial, investasi sosial, dan melakukan pengabdian sosial. Demi tegaknya keadilan di tengah-tengah umat serta persatuan ummat.[4]
b. Teguh dengan prinsip keyakinan, berpandangan jauh ke depan, visioner, disiplin dan memiliki kemampuan manajerial.[5]
c. Berani mengusung kebenaran sebagai prinsip amar ma’ruf nahyi munkar dan dakwah ilallah baik di tataran masyarakat, maupun di hadapan penguasa demi sebuah perubahan.[6]
Dengan demikian, kader HMI adalah kader sosial yang teguh dengan pendirian keyakinanannya, konsisten dengan kemampuan manajerialnya untuk memimpin masyarakat di manapun ia berada, melakukan pengabdian, dan melakukan pencerdasan yang massif di tengah-tengah masyarakat. Dengan kesadaran sosial inilah, komitmen sosial harus digelindingkan. sehingga dapat menjadi watak kader yang progresif berfikir maju dan berwawasan masa depan melalui kerja-kerja transformasi sosial.
Untuk itu, missi kedua HMI adalah “Membentuk Kader-Kadernya Sebagai Agen Mujaddid dan Mujahid”. Maka bagi kita; “Tiada Hari Tanpa Berorganisasi”.
3. Kekuasaan Perubahan Politik
Di samping itu, di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, kader HMI harus peka menyoal persoalan kebangsaan. Gelisah dengan moralitas bangsa yang bobrok, kritis terhadap kebijakan negara yang cenderung memarjinalkan dan merugikan ummat, dan melakukan kerja-kerja politik etik di hadapan penguasa. Dengan meningkatnya kesadaran politik inilah, harus ada jiwa-jiwa revolusioner demi tegaknya kehidupan bernegara yang adil, makmur, dan terhndar jauh dari imperialisme-imperialisme baru. Perubahan iklim politik harus lebih mensejahterakan dan tidak memasung hak-hak warga.
Untuk itu, missi ketiga HMI adalah “Melakukan Amar dan Ma’ruf Nahyi Munkar”. Maka bagi kita: “Hidup hanya sebagai Mu’abbid”.
Penulis: Moch. Kharismullah Hilmatian
0 komentar:
Posting Komentar