100 orang hanya bermimpi, tetapi berikanlah aku 10 pemuda maka akan ku guncang dunia!”Itulah sepenggal pidato dari Bung Karno yang menunjukkan betapa kuatnya harapan Bung Karno terhadap pemuda Indonesia sebagai generasi penerus bangsa untuk terus berkarya. Pemuda memang bukanlah sekedar kategori manusia, juga bukan sekedar bagian khas dari penjumlahan penduduk, tetapi dia adalah salah satu penggerak sejarah manusia. Dan karena itu tidak salah jika sejarawan senior Taufik Abdullah menyatakan bahwa istilah pemuda menyandang didalam dirinya beban sejarah.
Dalam sejarah bangsa Indonesia, pemuda mempunyai peran yang sangat penting dalam perubahan bangsa. Deklarasi para pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 atau yang kita kenal dengan sumpah pemuda merupakan bukti otentik kelahiran bangsa Indonesia. Pada kongres inilah lagu Indonesia Raya pertama kali berkumandang. Sumpah Pemuda ini kemudian menjadi semangat bagi kaum muda untuk berjuang mengangkat harkat dan martabat bangsa. Dan sampai sekarang tanggal 28 Oktober diperingati sebagai hari sumpah pemuda.
Peringatan hari sumpah pemuda seharusnya dijadikan momentum perenungan kembali para pemuda Indonesia khususnya mahasiswa tentang perannya dalam dinamika social bangsa. Mahasiswa bias dikatakan sebagai pemuda dari golongan kelas “elit”. Dikatakan elit karena secara intelektual mereka ada di atas dari golongan pemuda-pemuda yang lain. Kelompok elit ini dikenal dengan sikapnya proaktif dalam menyikapi kebijakan-kebijakan pemerintah. Dan selalu menjadi garda terdepan dalam perubahan social bangsa Indonesia. Sehingga sebutan agent of change melekat pada pundak kelompok ini. Sebutan agent of change menjadikan mahasiswa mempunyai tanggungjawab sosial.
Dalam catatan hariannya, Soe Hok Gie menyebut mahasiswa seperti cow boy,"Seorang Cowboy dating kesebuah kota dan horison yang jauh. Di kota ini sedang meraja lela perampokan, perkosaan dan ketidakadilan. Cowboy ini menantang sang bandit berduel dania menang. Setelah banditnya mati penduduk kota yang ingin berterimakasih mencari sang cowboy. Tetapi ia telah pergi kehorison yang jauh. Ia tidak ingin pangkat-pangkat atau sanjungan-sanjungan dan ia akan dating lagi kalau ada bandit-bandit berkuasa”. (Catatanseorangdemonstran). Peran mahasiswa begitu diharapkan oleh masyarakat, apalagi ketika kondisi bangsa sudah semakincarut-marut.
Namun yang kita saksikan pasca tumbangnya Orde Baru, yang selain melengserkan Soeharto dan membuka katup demokrasi, nyaris tak ada pembaharuan mendasar yang bias dilakukan pemuda dan gerakan mahasiswa. Bahkan mahasiswa seperti dikalahkan oleh elit-elit politik. Banyak diantara mereka, terutama mantan aktivis berlatar profesional-entrepreneur untuk duduk di lembaga legislative maupun eksekutif, di level nasional maupun daerah. Namun, tak sedikit dari mereka yang memasuki arena kekuasaan harus mengalami disorientasivisi dan terjebak dalam arus pragmatism politik. Sehingga yang kita saksikan bahwa para koruptor-koruptor itu dulunya juga aktivis dan jumlah mereka pun tidak sedikit. Banyaknya mantan aktivis yang terjerat kasus seharusnya menjadi refleksi para adik-adiknya sesame akitivis. Karena tidak sedikit para aktivis mahasiswa sekarang ini yang hanya mempunyai pengalaman politik tapi lemah dari sisiintelektualnya. Dan inilah problem yang dialami oleh gerakan mahasiswa.
Generasi mahasiswa adalah generasi yang nantinya akan menggantikan generasi-generasi tua yang berkuasa. Dan itu seharusnya dipersiapkan dari sekarang. Pertama, mahasiswa harus berani merombak watak budaya politik “banalisme” yang menjadikan kekuasaan dan uang sebagai tujuan. Kedua, memperkuat komitmen penegakan hokum dan memfungsikan partai politik dan badan legislative sebagai arena perjuangan kepentingan rakyat. Ketiga, mendorong birokrasi yang bersih, profesional, dan berorientasi pada pelayanan (good corporate governance). Keempat, mengefektifkan struktur kekuasaan yang mampu menjamin bekerjanya fungsi check and balance di antara lembaga-lembaga negara. Kelima, menumbuhkan etika dan etos berbisnis yang sehat, agar para entrepreneur yang menjadi pejabat public tidak menjadikan kekuasaan sebagai alat baru bagi proses “akumulasi kapital”.
Pemuda adalah harapan bangsa, lebih spesifik lagi mahasiswa adalah harapan bangsa. Seperti kata Soe Hok Gie dalam catatan hariannya “kita, generasi kita ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau. Generasi kita yang menjadi hakim atas mereka yang dituduh koruptor-koruptor tua, Kitalah yang dijadikan generasi yang akan memakmurkan Indonesia.
* Penulis adalah Ketua Umum HMI Kom-Fak Syariah & Hukum
Tulisan Mukhtar Natsir
0 komentar:
Posting Komentar