IBU DAN DEMONSTRAN

Pekerja keras dan selalu tersenyum. Itulah gambaran sosok mbak yayuk. Wanita paruh baya dengan nama asli suprihatin ini kesehariannya bekerja sebagai penjual nasi keliling. Seakan tidak mau termakan oleh modernitas dengan segala fasilitas, mbak yayuk konsisten dengan berjalan kaki dari kos ke kos di pagi hari dan sore hari. bagi mbak yayuk dengan berjalan kaki malah akan memudahkan dalam bersilaturrahmi dengan para pelanggannya.
            Sebagai penjual nasi keliling, modal utama mbak yayuk dalam menjual nasinya adalah kepercayaan dan kejujuran. Kepercayaan dan kejujuran ini oleh mbak yayuk tidaklah didapat dari sekolah formal (karena memang mbak yayuk tidak sekolah), melainkan murni tumbuh dari pribadi seorang penjual nasi keliling yang ikhlas dalam menjalani segala aktifitasnya. Ini berbeda dengan kepercayaan dan kejujuran yang banyak kita dapatkan dari sekolah formal yang kadang melahirkan kepercayaan dan kejujuran yang juga formal. Modal kepercayaan dan kejujuran mbak yayuk ini tercermin ketika menghadapi para pelanggannya yang kebanyakan mahasiswa. Dimana tentu pelanggannya tersebut kebanyakan adalah orang perantauan yang masih mengandalkan kiriman orang tua sebagai modal hidupnya. Ketika terlambat kiriman tentu jalan yang lumrah ditempuh oleh para mahasiswa ini adalah meminjam uang atau berhutang untuk menjalani sisa hidup. Dan mbak yayuk adalah salah satu sasaran hutang dari para mahasiswa ini, yaitu dengan cara mencatat di buku yang telah disediakan (kawan-kawan sering menyebutnya dengan istilah buku tabungan).
            Mbak yayuk tidak pernah mengenyam pendidikan formal, sehingga beliau tidak bisa membaca dan menulis. Terus bagaimana dengan “buku tabungan” para mahasiswa? Dari sinilah saya melihat modal kepercayaan dan kejujuran berbicara. Dimana mbak yayuk yakin para mahasiswa ini adalah orang yang jujur sehingga timbul kepercayaan. Kalau di instansi-instansi marak dengan kantin kejujuran, mbak yayuk mungkin bisa dijadikan inspirator dalam hal ini. Inilah yang menjadikan salah satu alasan kenapa mbak yayuk begitu dicintai oleh para pelanggannya. Dalam beberapa kasus, beberapa kali memang mbak yayuk pernah bercerita ditinggal oleh “nasabah,” entah itu karena pindah kos ataupun karena sudah lulus, namun bagi mbak yayuk itu mungkin hanyalah cerita masa lalu yang segera terlupakan dan diganti dengan senyuman.
            Bagi kawan-kawan di HMI UIN Sunan Kalijaga, nama mbak yayuk telah menjadi bagian dari sejarah gerakan. Kurang lebih 20an tahun mbak yayuk menjadi penyuplai utama kebutuhan makanan kader-kader HMI khusunya yang tinggal di sekretariat (marakom). Apalagi sebagian besar kader-kader HMI dalam status sosialnya berada dalam kelas menengah kebawah sehingga konsep kepercayaan dan kejujuran yang dibawa mbak yayuk cukup sesuai dengan kebutuhan kader-kader HMI, yaitu bisa membuka “buku tabungan.” Dalam gerakan HMI UIN Sunan Kalijaga, disadari atau tidak apa yang diperankan oleh mbak yayuk sangatlah membantu,karena bisa jadi tenaga yang dimiliki oleh kader-kader HMI sebagian besar adalah berasal dari nasinya mbak yayuk dan oleh karena itu mbak yayuk secara tidak langsung telah melakukan perubahan sosial lewat keikhlasannya membantu para aktivis ini.
Cerita tentang mbak yayuk mungkin tidaklah cukup kalau dituliskan diatas kertas. Karena begitu panjangnya sejarah dan begitu baiknya sosok mbak yayuk bagi kawan-kawan aktivis HMI. Kalau negara kita mempunyai sosok kartini dan berusaha memunculkan kartini baru, mungkin bagi kawan-kawan aktivis HMI sosok mbak yayuk bisa diangkat sebagai sosok kartini baru dalam konteks yang berbeda. Mbak yayuk mewakili kartini baru dari sisi non-formal. sumber klik

0 komentar:

Posting Komentar

 
Click Here