Mengkaji dan Mengkritisi RUU Kamnas


Seminar RUU Kamnas diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI MPO) UIN Sunan Kalijaga bekerjasama dengan Pusham UII, Yogyakarta. Topik yang diangkat adalah “RUU Kamnas, Quo Vadis Organisasi Masyarakat dan Kemahasiswaan,” digelar dalam dua hari yang berbeda, yaitu Senin dan Rabu (17 dan 19 Desember 2012) di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga.
Dalam seminar hari pertama membahas tentang Rancangan Undang-undang Kemananan Nasional (RUU KAMNAS) dengan pembicara Eko Prasetyo (Pusham UII), King Faisal Sulaiman (Staf Ahli DPR RI), serta pembicara dari Polda DI Yogyakarta. Dijelaskan bahwa ruang lingkup KAMNAS meliputi keamanan insani, keamanan publik, keamanan kedalam, dan keamanan keluar.
King Faisal Sulaiman menjelaskan saat mengisi materi “Status RUU KAMNAS berkaitan dengan status hukum tata laksana pemerintahan yang berlaku, seperti tertib sipil, darurat sipil, darurat militer, dan perang. Spektrum ancaman dimulai dari ancaman paling lunak sampai ancaman paling keras yang bersifat lokal, nasional dan internasional dengan berbagai jenis dan bentuknya yang sasarannya terdiri atas bangsa dan negara dan keberlangsungan pembangunan nasional masyarakat dan insani.”
“Unsur Kamnas dari tingkat pusat, tingkat provinsi, tigkat kabupaten/kota, dan berbagai elemen masyarakat sesuai dengan kompetensinya yang berperan sebagai pelaksana penyelenggara keamanan nasional,” lanjut dia.
Eko Prasetyo mengemukakan RUU KAMNAS cenderung militeristik, bisa jadi nanti mengulang orde baru yakni kembalinya dwi fungsi ABRI. Padahal sebenarnya TNI dan Polri sudah diatur terpisah dalam konstitusi. Dalam undang-undang tersebut ada istilah memonopoli dari kalangan tertentu. RUU tersebut lebih memihak pada Kewenanga polisi dan TNI.
Rusdi, seorang peserta seminar curiga “apakah RUU KAMNAS sebagai upaya proyek, juga  seperti halnya melihat momentum kejadian yang telah terjadi di negara ini, banyaknya kerusuhan di berbagai daerah yang tidak bisa diakomodir oleh polisi”.
Ruang Lingkup Kamnas
Ruang lingkup Kamnas yang terlalu luas seharunya terbatas pada pengaturan tentang pertahanan dan keamanan negara dalam menghadapi ancaman dari dalam maupun dari luar guna untuk menjaga keutuhan negara kedaulatan dan keselamatan bangsa dan negara. King Faisal mengatakan dalam RUU kamnas pasal 5, keamanan insani dan keaman publik masih merupakan domain keamanan dalam negeri yang mungkin dapat menjadi domain kemanan negera apabila telah menimbulkan suatu eskalasi akibat yang telah mengancam bangsa dan negara. Seharusnya lingkup keamanan nasional kembali kepada hakekat ancaman yang lebih menekankan dari dalam dan dari luar suatu negara sebagai suatu kesatuan.”
Dilihat dari statusnya RUU Kamnas ternyata tidak jauh berbeda dengan keadaan bahaya yang telah dijabarkan dalam UU no.23/1959 tentang keadaan bahaya. UU No. 23 / 1959 lebih menekankan kepada darurat sipil, darurat militer, dan darurat perang sedangkan RUU KAMNAS lebih memperluas cakupannya sampai kepada status tertib sipil yang hanya dibedakan dari segi dampak terhadap keselamatan rakyat bangsa dan bernegara, serta penanggulangan oleh segenap penyelenggara keamanan instansi pemerintah.
RUU Kamnas membatasi ruang gerak dari berbagai lini, mengulang pada era orde baru, di mana ada dwi fungsi ABRI atau polisi dan TNI bersatu, besar kemungkinan lawannya adalah masyarakat. Dalam RUU kamnas dinilai tidak memasukkan Hak Asasi Manusia, penghormatan dan perlindungan. Soal intelijen dalam ketentuan umum dicantumkan secara khusus sebagai salah satu unsur utama kemanan nasional.
“Dalam pandangan pergerakan, RUU Kamnas perlu dicermati secara mendalam, kalau bisa RUU tidak jadi disahkan. Pungkasnya di dalamnya banyak sekali kerancuan dan terlalu luas cakupannya, perlunya mengkritisi lebih dalam,” pungkas Faisal.
El-Hasan
Marakom UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar

 
Click Here